Jakarta, cssmayo.com – Satu malam di tahun 2010, tiga pria muda berkumpul di sebuah flat kecil di London. Tidak ada papan tulis besar, tidak juga monitor 8K seperti yang sering kita lihat di film. Yang ada hanya kopi, semangat, dan sebuah pertanyaan gila: “Bisakah kita menciptakan mesin yang belajar seperti otak manusia?”
Dari ruang sederhana itu, lahirlah Google DeepMind. Didirikan oleh Demis Hassabis, Shane Legg, dan Mustafa Suleyman, startup ini terinspirasi dari bidang neuroscience dan artificial intelligence. Tapi jangan bayangkan mereka seperti startup biasa. Mereka bukan cuma bikin aplikasi belajar atau chatbot lucu. Mereka membangun sistem yang bisa… ya, berpikir.
Tiga tahun kemudian, Google datang mengetuk. Bukan cuma membeli, tapi mengakuisisi dengan penuh hormat. Nilainya? Kabarnya sekitar $500 juta — angka gila untuk perusahaan tanpa produk publik saat itu.
Dan dari sanalah, Google DeepMind berubah dari nama kecil jadi pionir dunia. Tapi apa sih sebenarnya yang mereka kerjakan? Mari kita bongkar satu-satu.
Ingat 2016? Tahun ketika Donald Trump terpilih dan Pokémon Go bikin kita lari-lari di jalan. Tapi satu berita lain mencuat diam-diam: komputer mengalahkan juara dunia Go untuk pertama kalinya dalam sejarah.
Game Go itu nggak main-main. Ini permainan strategi dari Tiongkok yang udah eksis lebih dari 2500 tahun. Bahkan lebih kompleks dari catur karena jumlah kemungkinan langkahnya nyaris tak terhingga. Beberapa ahli bilang, “butuh intuisi, bukan logika semata.”
Tapi AlphaGo, sistem buatan DeepMind, datang dan menghancurkan mitos itu.
Lee Sedol — juara dunia Go asal Korea Selatan — kalah 4 dari 5 pertandingan melawan AlphaGo. Pertandingannya disiarkan ke seluruh dunia. Saya ingat betul ekspresi Lee saat kalah di game kedua. Campuran kagum dan horor. Seolah dia melihat alien sedang menyusun batu.
Satu langkah dari AlphaGo — Move 37 — jadi legenda. Itu langkah yang bahkan komentator Go sendiri bilang “tidak masuk akal secara manusiawi.” Tapi ternyata itu jenius.
Dari situlah dunia mulai benar-benar memperhatikan Google DeepMind. Dan percaya bahwa ini bukan sekadar lab riset biasa. Mereka sedang membentuk masa depan.
Setelah bikin heboh dengan AlphaGo, Google DeepMind nggak berhenti. Mereka merilis sistem lain: AlphaFold. Mungkin kedengarannya membosankan — tapi buat komunitas sains, ini setara revolusi.
Jadi begini. Di dunia biologi molekuler, memahami struktur 3D protein adalah hal yang super penting. Karena bentuk protein menentukan fungsi. Dan, yah, prediksi bentuk protein itu… sulit. Satu molekul bisa punya miliaran konfigurasi.
Tapi AlphaFold menyelesaikan teka-teki itu dalam semalam — sesuatu yang sebelumnya butuh waktu bertahun-tahun oleh ilmuwan.
Bayangkan dampaknya: penemuan obat jadi lebih cepat, diagnosis penyakit lebih akurat, dan mungkin kita bisa temukan terapi kanker baru dari sini.
Bahkan pada 2021, DeepMind secara open-source membagikan prediksi struktur lebih dari 200 juta protein ke komunitas global. Bayangkan, dari Google — yang biasa kita kenal karena Gmail dan Maps — kini membantu biologi modern.
Dan ini bukan isapan jempol. Nature, jurnal sains ternama, menobatkan AlphaFold sebagai salah satu pencapaian terbesar dekade ini.
Saat dunia heboh dengan ChatGPT dari OpenAI, Google DeepMind ternyata juga diam-diam menyiapkan amunisi. Mereka meluncurkan Gemini, seri model bahasa generatif pesaing GPT-4. Versi pertama dari Gemini mungkin belum banyak mengguncang, tapi Gemini 1.5? Itu cerita lain.
Gemini bisa memproses teks, gambar, video, bahkan kode — dan memiliki kapasitas kontekstual yang besar. Bisa memproses dokumen sepanjang novel Harry Potter dalam satu prompt, misalnya.
Salah satu hal menarik dari DeepMind adalah pendekatan “keseimbangan.” Mereka bukan sekadar mengejar kecerdasan, tapi juga keselamatan (AI safety), fairness, dan etika penggunaan.
CEO-nya, Demis Hassabis, berulang kali bilang: “AI harus dikembangkan secara hati-hati, tidak tergesa-gesa.” Mereka punya tim khusus untuk riset keamanan AI. Mereka juga aktif dalam dialog etika global.
Uniknya, banyak mantan peneliti OpenAI yang pindah ke Google DeepMind, karena percaya pada visi jangka panjangnya. Iya, memang ada semacam persaingan friendly-but-intense antara kedua raksasa AI ini.
Gemini pun disebut-sebut akan menjadi inti dari AI di semua produk Google — dari Search, Gmail, sampai Android.
Dan sebagai jurnalis yang cukup skeptis, saya merasa ini adalah “silent power.” OpenAI mungkin lebih sering jadi headline. Tapi DeepMind? Mereka main di belakang layar… dan sangat, sangat serius.
Mari jujur. Sebagian dari kita mungkin ngeri mendengar kata “AI.” Takut kehilangan pekerjaan, takut mesin jadi lebih pintar dari kita, takut… manusia jadi nggak relevan.
Tapi Google DeepMind, secara pribadi buat saya, adalah cermin dari potensi terbaik AI. Mereka tidak menjual mimpi kosong atau hanya mengejar profit. Mereka punya misi ilmiah — membuat sistem cerdas yang bisa menyelesaikan masalah besar umat manusia.
Contohnya? Mereka bekerja sama dengan National Grid di Inggris untuk mengurangi konsumsi energi server. Di tempat lain, mereka riset bagaimana AI bisa bantu diagnosis penyakit mata lewat foto retina.
Tentu, ini bukan tanpa tantangan. Beberapa pihak mengkritik DeepMind terlalu tertutup. Yang lain bilang mereka terlalu idealis. Tapi hey, dalam dunia teknologi yang penuh hype, sedikit idealisme itu menyegarkan.
Dan buat kita, pengguna biasa? Penting untuk melek. Bukan hanya tahu istilah, tapi juga memahami dampak AI ke kehidupan kita. Karena perubahan ini sedang — dan akan terus — terjadi.
Saya tidak tahu apakah anak saya nanti akan belajar programming atau malah belajar “berteman dengan AI.” Tapi yang saya tahu, Google DeepMind adalah salah satu aktor kunci di panggung perubahan ini.
Akhir kata, kisah Google Google DeepMind bukan hanya soal algoritma atau teknologi. Ini cerita tentang ambisi, risiko, sains, dan masa depan.
Dalam perjalanan ini, manusia tetap jadi jantungnya. Karena sehebat apa pun mesin, ia tetap lahir dari rasa ingin tahu, kegigihan, dan… mimpi manusia.
Dan bukankah itu hal yang luar biasa?
Baca Juga Artikel dari: Air Purifier – Inovasi Udara Bersih untuk Rumah Modern
Baca Juga Konten dengan Artikel Terkait Tentang: Techno
The post Google DeepMind: Ketika Mesin Belajar Lebih Cepat dari Kita appeared first on Cssmayo.